Jumat, 22 Januari 2016

Lepaskan Stres, Orang Jepang Pakai Kostum Ketat



Tantangan pekerjaan sehari-hari bisa membuat Anda terserang stres dan tensi tinggi. Tak heran kalau akhir pekan selalu jadi waktu yang ditunggu-tunggu para pekerja untuk melepas lelah. 

Entah karena tak sabar menunggu akhir pekan atau alasan lainnya, para kaum pekerja dan murid sekolah di Jepang melakukan cara tersendiri untuk melepas stres. Mereka melakukan zentai. 

Mengutip Oddity Central, zentai kini sudah menjadi tren tersendiri di Jepang. Zentai bukanlah sejenis olahraga atau liburan seperti hal normal yang dilakukan orang pada umumnya. Zentai adalah sebuah kegiatan di mana orang-orang dari beragam usia dan profesi ini memakai 'kostum' ketat yang menutupi seluruh tubuhnya. Bukan cuma pakaian biasa, tapi kostum ini merupakan satu kesatuan yang dijahit khusus untuk menutupi seluruh tubuh dari ujung kaki sampai ujung kepala. Kostumnya, mirip seperti kostum Spiderman namun tanpa desain khas si laba-laba merah. 


Kostum ini berbahan lycra yang memiliki tekstur elastis dan juga bisa membentuk tubuh. Serat lycra bisa 'melar' sampai enam kali dari bentuk semula. Bahan ini pun tahan keringat dan cahaya matahari. Uniknya, kostum yang dipakai ini punya motif-motifnya sendiri. Ada yang bermotif seperti kulit ular, bunga, loreng, atau hanya warna-warni polos. Mereka terlihat seperti power rangers tanpa sepatu dan semua perlengkapannya.


Mereka pun dengan percaya diri menggunakan baju ini di berbagai tempat seperti di club, pesta, rapat atau hanya sekadar jalan-jalan santai di jalanan. 

Ini terkesan cukup ironis, di balik kostum ketat yang mereka pakai, anggota komunitas zentai ini mengaku justru bisa melonggarkan semua stres yang dialami. Banyak zentai yang merasakan hal ini adalah waktu istirahat mereka dari berbagai tekanan hidup yang lebih mengutamakan tradisi dibanding keinginan pribadi. 

"Keluarga saya sangat konservatif," kata Yukinko, seorang mahasiswa dan salah satu anggota komunitas zentai. 

"Mereka ingin saya jadi pendiam dan feminin, tapi diam-diam saya memakai celana ketat (kostum zentai) dan membiarkan semua perasaan saya lepas. Saya adalah orang yang berbeda ketika memakai ini. Saya bisa bersikap ramah kepada semua orang dan merasa bahwa saya bisa melakukan semua hal."

Bentuk kostum yang menutupi ujung kaki sampai ujung kepala ini menimbulkan adanya kesan anonimitas. Bagi mereka, anonimitas ini adalah faktor lain yang menarik dari tren zentai. "Orang-orang tak bisa melihat kami, dan kami juga sangat sulit untuk melihat mereka," kata pemimpin komunitas, Seiwa Tamura. 

"Kami menjadi seseorang yang tanpa identitas dan bisa menjadi diri kami sendiri."

Salah satu anggota zentai lainnya punya pekerjaan lain di siang hari. Dia adalah seorang karyawan kantoran yang harus selalu tampil cantik dengan make-up. Namun di malam hari, dia memakai kostum lycra dan duduk di bar. Dia merasa sendirian, tapi bebas. 

"Saya selalu membuat diri saya sendiri khawatir akan apa yang orang lain pikirkan tentang saya. Mereka mengatakan saya terlihat manis, lembut, kekanakan, atau naif," katanya. 

"Saya seolah merasa tercekik dengan hal itu. Tapi dengan memakai ini, saya merasa bahwa saya hanyalah seseorang dalam kostum di seluruh tubuh."

Faktor menarik lain yang dirasakan anggota zentai bukan hanya sekadar kebebasan atau anonimitas. Mereka merasa senang karena ada sensasi fisik yang dirasakan. Mereka menemukan kenikmatan seksual ketika mengenakan kostum lycra yang ketat dan bisa menyentuh orang lain yang berpakaian sama. 

"Saya suka menyentuh dan membelai orang lain. Dan saya juga senang disentuh serta dibelai dengan cara yang sama," kata Nezumiko, seorang guru berusia 36 tahun. 

Tren zentai ini membuat Ikuo Daibo, seorang profesor di Tokyo Mirai University angkat bicara. Dia mengatakan bahwa tren ini secara tak langsung menunjukkan perasaan yang ditinggalkan masyarakat. "Di Jepang, banyak orang merasa kehilangan, mereka merasa tak mampu menemukan peran mereka dalam masyarakat," ucapnya. 

"Mereka punya terlalu banyak role model tapi tak mampu memilih mana yang ingin diikuti."

Ia percaya bahwa zentai bisa memberikan kesempatan para orang untuk menghapus tampilan luar mereka. Hal ini memungkinkan orang lain untuk bisa mengenal mereka bukan karena penampilan semata. 

"Di satu sisi, mereka mencoba mengekspos diri lebih dalam dengan menyembunyikan identitas mereka sendiri. Ini adalah sebuah cara yang menarik untuk berkomunikasi," ucap Daibo. 

Keanggotaan zentai saat ini sudah mencapai 3000 orang di Tokyo. Jumlahnya akan semakin berkembang karena semakin banyak orang yang mendaftar setiap harinya. Bahkan tren ini bukan cuma hadir di Tokyo, melainkan di beberapa negara lain seperti di Inggris.

Source: CNN Indonesia
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar